
Pendahuluan: Mengapa Sejarah XRP Penting untuk Dipahami?
Kalau kita bicara dunia kripto, nama XRP pasti selalu muncul di daftar besar pemain lama. Banyak orang mungkin hanya melihat XRP sebagai aset digital untuk diperdagangkan, tapi kalau kita telusuri lebih dalam, sejarah XRP jauh lebih menarik. Token ini punya peran besar dalam mendorong inovasi sistem pembayaran global, sekaligus menjadi salah satu proyek paling kontroversial sepanjang perjalanan industri kripto.
Saya masih ingat pertama kali mendengar XRP sekitar tahun 2013. Saat itu, hype Bitcoin mulai merambah Indonesia, tapi XRP hadir dengan narasi berbeda. Bukan sekadar investasi spekulatif, melainkan solusi nyata untuk transfer uang lintas negara yang cepat dan murah. Itu hal yang terasa relevan, apalagi bagi orang Indonesia yang sering mengirim dana ke luar negeri, misalnya untuk keluarga atau bisnis.
Dalam sejarah XRP, ada banyak drama: dari masa kejayaan saat harga melesat ribuan persen, sampai ujian berat ketika digugat oleh SEC di Amerika Serikat. Namun, justru dari lika-liku itu kita bisa melihat bagaimana XRP bukan sekadar koin digital, tapi sebuah inovasi yang berusaha bertahan di tengah badai regulasi.
Artikel ini akan membahas 5 peristiwa penting dalam sejarah XRP yang benar-benar mengubah dunia kripto. Jadi, kalau kamu ingin mengenal XRP lebih dalam, duduk santai, siapkan kopi, dan mari kita bedah perjalanan panjangnya.
1. Awal Mula XRP: Lahirnya XRP Ledger (2012)
Sebelum ada XRP, dunia kripto sudah dihebohkan oleh Bitcoin. Namun, Bitcoin punya kelemahan besar: transaksi lambat dan biaya mahal. Dari sinilah muncul ide untuk membangun alternatif. Pada 2012, tiga sosok penting, yaitu David Schwartz, Jed McCaleb, dan Arthur Britto, merancang XRP Ledger (XRPL).
Tidak lama setelah itu, Chris Larsen, seorang pengusaha berpengalaman, bergabung. Bersama timnya, mereka mendirikan perusahaan bernama OpenCoin, yang kemudian berganti nama menjadi Ripple Labs. Visi mereka sederhana tapi ambisius: menciptakan jaringan pembayaran global yang bisa menghubungkan bank, perusahaan, hingga individu dengan cara cepat, murah, dan aman.
Yang menarik, XRP sejak awal tidak mengandalkan sistem Proof-of-Work (PoW) seperti Bitcoin. Sebagai gantinya, mereka menggunakan mekanisme konsensus unik yang lebih hemat energi. Artinya, XRP sudah “go green” jauh sebelum isu ramah lingkungan jadi topik utama di dunia kripto.
Kalau kita bandingkan, Bitcoin butuh sekitar 10 menit untuk konfirmasi transaksi, sedangkan XRP hanya butuh 3–5 detik. Biaya transaksi pun sangat rendah, kadang kurang dari Rp500. Bayangkan betapa revolusionernya hal ini pada saat itu.
Di sinilah sejarah XRP mulai dicatat: bukan sekadar aset digital untuk spekulasi, tapi solusi nyata untuk masalah pembayaran global yang sudah lama tidak efisien.
2. Lonjakan Popularitas XRP di Tahun 2017–2018
Setelah beberapa tahun berada di balik layar, XRP akhirnya menarik perhatian dunia. Puncaknya terjadi pada tahun 2017–2018, ketika pasar kripto mengalami ledakan besar-besaran. Harga XRP melesat gila-gilaan, naik lebih dari 63.000% hingga mencapai titik tertinggi sekitar $3,84 pada Januari 2018.
Lonjakan ini bukan kebetulan. Ada beberapa faktor yang membuat XRP jadi bintang:
- Dukungan bank besar – Ripple berhasil menjalin kerja sama dengan beberapa bank internasional untuk menguji teknologinya. Hal ini memberi legitimasi tambahan.
- Narasi “the banker’s coin” – Banyak orang menyebut XRP sebagai “koinnya bank.” Meski kadang jadi bahan kritik, narasi ini justru membuat investor percaya bahwa XRP punya masa depan lebih cerah dibandingkan altcoin lain.
- Hype pasar kripto – Tahun 2017 adalah masa di mana hampir semua aset kripto naik. Tapi, XRP termasuk salah satu yang paling menonjol karena kisahnya berbeda dari koin spekulatif biasa.
Sayangnya, euforia ini tidak bertahan lama. Ketika gelembung kripto pecah pada 2018, harga XRP jatuh bersama aset lain. Dari hampir $4, XRP anjlok hingga di bawah $0,30. Banyak investor panik dan menjual rugi, tapi sebagian tetap bertahan dengan keyakinan jangka panjang.
Dari sini kita belajar, sejarah XRP tidak hanya soal kejayaan, tapi juga tentang betapa brutalnya siklus pasar kripto.
3. Ekspansi Ripple dan Kerja Sama dengan Bank Global (2016–2019)
Meski harga sempat anjlok, Ripple tidak berhenti bergerak. Justru di periode 2016–2019, Ripple semakin agresif menjalin kerja sama dengan bank dan lembaga keuangan besar.
Beberapa kerja sama yang mencatat sejarah:
- Santander Bank: Meluncurkan aplikasi berbasis Ripple untuk transfer internasional.
- SBI Holdings (Jepang): Membentuk joint venture dengan Ripple, membuka jalan ke pasar Asia.
- MoneyGram: Menggunakan XRP untuk solusi likuiditas dalam pengiriman uang lintas negara.
Ripple juga meluncurkan berbagai produk berbasis XRPL, seperti:
- xCurrent: Solusi untuk memfasilitasi transaksi bank secara instan.
- xRapid (sekarang dikenal sebagai ODL – On-Demand Liquidity): Memanfaatkan XRP sebagai jembatan likuiditas dalam transfer mata uang.
- xVia: Alat untuk bisnis kecil agar bisa terhubung ke jaringan pembayaran Ripple.
Periode ini penting dalam sejarah XRP karena membuktikan bahwa proyek ini bukan sekadar janji, tapi benar-benar digunakan dalam sistem keuangan nyata. Tidak banyak altcoin lain yang bisa mengklaim hal serupa.
Namun, ada juga kritik. Sebagian komunitas kripto menilai Ripple terlalu “dekat dengan bank,” sehingga tidak sejalan dengan ide awal kripto yang mengusung desentralisasi penuh. Meski begitu, dari sisi adopsi nyata, strategi Ripple terbukti efektif.
4. Gugatan SEC: Awal Badai Besar (2020)
Desember 2020 menjadi titik balik kelam dalam sejarah XRP. Securities and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat menggugat Ripple Labs beserta dua eksekutifnya, Brad Garlinghouse dan Chris Larsen. Tuduhannya cukup berat: Ripple dianggap menjual XRP sebagai sekuritas tidak terdaftar senilai lebih dari $1,3 miliar.
Efeknya langsung terasa. Harga XRP anjlok tajam, dan banyak bursa kripto besar seperti Coinbase dan Kraken memutuskan untuk menghentikan perdagangan XRP di platform mereka. Investor panik, dan sempat muncul anggapan bahwa XRP bisa berakhir “mati” jika gugatan ini dimenangkan SEC.
Namun, Ripple memilih melawan. Mereka berargumen bahwa XRP bukan sekuritas, melainkan aset digital yang digunakan sebagai alat pembayaran. Kasus ini pun menjadi salah satu pertempuran hukum paling bersejarah di industri kripto, karena dampaknya bisa meluas ke banyak aset digital lain.
Bagi investor, masa ini benar-benar menguji kesabaran. Harga XRP sempat jatuh hingga di bawah $0,20, dan sebagian orang meninggalkan proyek ini. Tapi, komunitas inti tetap bertahan dan yakin Ripple akan menang.
Inilah salah satu babak paling dramatis dalam sejarah XRP: dari pahlawan, jadi pesakitan, dan kemudian perlahan bangkit kembali.
5. Kemenangan Parsial Ripple di Pengadilan (2023)
Setelah hampir tiga tahun penuh ketegangan, titik terang akhirnya muncul pada Juli 2023. Pengadilan memutuskan bahwa penjualan XRP di pasar sekunder (misalnya di bursa kripto) tidak dianggap sebagai sekuritas.
Meski begitu, hakim tetap menyatakan bahwa penjualan institusional oleh Ripple kepada investor besar bisa dikategorikan sebagai sekuritas. Jadi, putusan ini setengah menang, setengah kalah.
Namun, bagi komunitas kripto, ini sudah dianggap sebagai kemenangan besar. Harga XRP langsung melonjak lebih dari 70% dalam waktu singkat, dan bursa-bursa besar yang sempat menyingkirkan XRP mulai membuka kembali perdagangan token ini.
Lebih dari sekadar kenaikan harga, putusan ini menegaskan posisi XRP sebagai salah satu aset kripto yang berhasil “berhadapan langsung dengan SEC” dan tetap bertahan. Banyak analis menilai keputusan ini menjadi preseden penting untuk kasus hukum kripto di masa depan.
Dengan begitu, sejarah XRP kembali mencatat babak baru: dari token yang sempat dianggap tamat, menjadi pionir yang membuka jalan regulasi di dunia kripto.
6. Dampak Gugatan SEC pada Harga dan Reputasi XRP
Kalau kita lihat ke belakang, gugatan SEC jelas jadi salah satu badai terbesar dalam sejarah XRP. Bayangkan saja, sebuah token yang dulu sempat jadi bintang di pasar kripto tiba-tiba jatuh karena tuduhan hukum. Harga XRP yang semula di atas $0,50 anjlok ke bawah $0,20. Itu bukan hanya penurunan angka di grafik, tapi juga pukulan telak terhadap kepercayaan investor.
Banyak orang panik, terutama investor ritel yang baru masuk. Bursa-bursa besar seperti Coinbase dan Binance US bahkan menghentikan perdagangan XRP. Buat sebagian orang, itu sudah cukup untuk meninggalkan proyek ini. Namun, justru di sinilah terlihat karakter unik XRP: komunitasnya tidak goyah.
Di media sosial, komunitas XRP menggalang kampanye besar seperti #RelistXRP. Mereka mendesak bursa untuk membuka kembali perdagangan dan terus menyuarakan keyakinan bahwa XRP bukan sekuritas. Tak sedikit yang menulis opini, analisis, bahkan mengirimkan surat dukungan ke pengadilan.
Dampaknya? Meski harga sempat terpuruk, reputasi XRP justru mendapatkan dimensi baru. Ia bukan lagi hanya “koinnya bank,” tapi juga simbol perlawanan industri kripto terhadap ketidakjelasan regulasi. Dari sisi sejarah XRP, inilah momen di mana proyek ini membuktikan daya tahannya, bahkan saat dunia seolah menutup pintu.
7. Kebangkitan XRP Pasca Putusan Pengadilan
Juli 2023 jadi titik balik luar biasa. Ketika hakim memutuskan bahwa penjualan XRP di bursa tidak termasuk sekuritas, suasana langsung berubah. Harga XRP melonjak lebih dari 70% dalam waktu kurang dari 24 jam. Investor lama merasa lega, sedangkan investor baru melihat peluang emas.
Bursa-bursa yang dulu menanggalkan XRP mulai mengumumkan bahwa mereka kembali membuka perdagangan. Coinbase, misalnya, langsung mengumumkan relisting, yang otomatis mendorong minat investor ritel. Media pun ramai memberitakan bahwa Ripple akhirnya memenangkan pertempuran besar melawan SEC.
Tapi kemenangan ini bukan sekadar soal harga. Lebih dari itu, Ripple kembali punya legitimasi untuk melanjutkan misinya: membangun sistem pembayaran global berbasis blockchain. Mereka segera bergerak menjalin kerja sama baru, terutama dengan lembaga keuangan di Asia dan Timur Tengah.
Kalau kita cermati, fase ini menandai lahirnya babak baru dalam sejarah XRP. Dari yang tadinya dianggap token bermasalah, kini XRP dipandang sebagai pelopor yang berhasil menghadapi regulasi. Posisi ini memberi Ripple nilai tambah, karena tidak semua proyek kripto bisa bertahan melewati ujian seberat itu.
8. Komunitas XRP: Pilar Kekuatan yang Tak Tergoyahkan
Salah satu alasan XRP bisa bertahan tentu karena komunitasnya. Tidak bisa dipungkiri, komunitas XRP termasuk yang paling solid di dunia kripto. Mereka bukan hanya investor, tapi juga pejuang yang percaya penuh pada visi Ripple: mempercepat dan mempermudah sistem pembayaran global.
Ketika harga terjun bebas akibat gugatan SEC, komunitaslah yang tetap menyalakan api semangat. Mereka aktif di Twitter, Telegram, dan YouTube, menyebarkan informasi yang benar tentang XRP. Ada yang membuat konten edukasi, ada pula yang mengadakan diskusi daring untuk meluruskan persepsi publik.
Bahkan, ribuan pengguna XRP mengajukan surat ke pengadilan untuk menjelaskan bahwa mereka membeli XRP bukan sebagai investasi sekuritas, melainkan sebagai alat transaksi. Ini fenomena yang jarang terjadi di dunia kripto, menunjukkan betapa kuatnya ikatan antara komunitas dan proyek.
Dari perspektif sejarah XRP, komunitas jelas menjadi faktor pembeda. Banyak proyek kripto lain tumbang saat menghadapi krisis besar. Tapi XRP bertahan, salah satunya karena dukungan komunitas yang militan. Bisa dibilang, XRP adalah contoh nyata bahwa kripto bukan hanya teknologi, tapi juga soal kepercayaan dan kebersamaan.
9. Teknologi XRP Ledger: Fondasi Kuat yang Tak Tergoyahkan
Di balik drama hukum dan fluktuasi harga, kita sering lupa pada hal paling penting: teknologi. XRP Ledger (XRPL) adalah fondasi yang membuat XRP tetap relevan hingga kini. Dibangun sejak 2012, XRPL dirancang untuk efisiensi.
Beberapa keunggulannya:
- Transaksi super cepat: hanya butuh 3–5 detik.
- Biaya sangat rendah: sering kali kurang dari Rp500 per transaksi.
- Skalabilitas tinggi: mampu memproses ribuan transaksi per detik.
- Ramah lingkungan: menggunakan konsensus berbeda, bukan Proof-of-Work yang boros energi.
Bayangkan kalau kita ingin kirim uang dari Jakarta ke London lewat bank biasa. Prosesnya bisa makan waktu 2–3 hari kerja, dengan biaya transfer yang lumayan. Dengan XRP, semua itu bisa selesai dalam hitungan detik dengan biaya tak seberapa.
Inilah alasan mengapa banyak bank tertarik menguji XRP. Meski ada perdebatan soal apakah bank benar-benar menggunakan token XRP atau hanya teknologinya, faktanya XRPL sudah terbukti lebih efisien dibandingkan sistem lama.
Jadi, kalau kita bicara sejarah XRP, teknologi XRPL adalah bagian penting yang membuatnya tetap berdiri kokoh. Bukan sekadar token untuk diperdagangkan, tapi solusi nyata yang bisa mengubah cara dunia mengirim uang.
10. Masa Depan XRP: Harapan dan Tantangan
Setelah melewati berbagai fase—kejayaan, kejatuhan, hingga kebangkitan—apa yang menanti XRP di masa depan? Pertanyaan ini sering muncul di benak investor maupun pengamat kripto.
Harapannya cukup besar. Dengan teknologi XRPL yang solid, serta legitimasi hukum yang lebih jelas pasca putusan pengadilan 2023, XRP punya peluang untuk memperluas adopsi global. Ripple juga terus mengembangkan produk baru, seperti fokus pada pembayaran lintas negara di kawasan Asia, Afrika, dan Timur Tengah, di mana kebutuhan transfer cepat dan murah sangat tinggi.
Namun, tantangan tetap ada. Dunia kripto masih menghadapi ketidakpastian regulasi di banyak negara. Selain itu, persaingan dengan stablecoin dan Central Bank Digital Currency (CBDC) bisa menjadi penghalang. Bank sentral yang meluncurkan mata uang digital bisa saja menawarkan layanan serupa dengan XRP, meski mungkin tidak seefisien.
Intinya, masa depan XRP akan ditentukan oleh dua hal: kemampuan Ripple memperluas jaringan mitra, dan bagaimana regulasi global berkembang. Kalau kedua hal ini berjalan searah, XRP bisa kembali jadi pionir dalam revolusi pembayaran global.
11. XRP vs Bitcoin dan Ethereum: Siapa Lebih Unggul?
Kalau kita bicara sejarah XRP, tentu tidak bisa dilepaskan dari perbandingannya dengan raksasa kripto lain: Bitcoin dan Ethereum. Ketiga aset ini punya tujuan berbeda sejak awal, tapi sering kali dibandingkan karena sama-sama masuk daftar 10 besar kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar.
Bitcoin hadir sebagai “emas digital,” fokus pada desentralisasi dan penyimpanan nilai. Ethereum menawarkan platform kontrak pintar, yang membuka jalan bagi ribuan aplikasi terdesentralisasi. Sedangkan XRP lahir untuk mengatasi masalah pembayaran global yang lambat dan mahal.
Kalau soal kecepatan transaksi, XRP jelas unggul. Bitcoin butuh sekitar 10 menit, Ethereum rata-rata 15 detik, sedangkan XRP hanya 3–5 detik. Dari segi biaya, XRP juga jauh lebih murah. Bahkan, biaya transfer XRP sering kali lebih rendah daripada biaya parkir motor di Jakarta.
Namun, kritik terhadap XRP adalah soal sentralisasi. Banyak yang menilai Ripple, sebagai perusahaan, punya kendali besar terhadap distribusi token XRP. Ini berbeda dengan Bitcoin yang benar-benar tanpa pemilik. Meski begitu, kalau kita bicara soal kegunaan nyata, XRP sering lebih relevan untuk kasus penggunaan sehari-hari, terutama di sektor perbankan.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa setiap aset punya keunggulan dan kelemahan. Dalam sejarah XRP, posisi uniknya justru terletak pada fungsi praktis, bukan hanya narasi spekulasi.
12. Peran Asia dalam Adopsi XRP
Kalau ditanya di mana XRP paling cepat berkembang, jawabannya banyak mengarah ke Asia. Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara Asia Tenggara termasuk yang paling antusias dalam mengadopsi teknologi Ripple.
Di Jepang, Ripple menjalin kerja sama dengan SBI Holdings, salah satu raksasa keuangan. Kemitraan ini melahirkan SBI Ripple Asia, yang fokus pada pembayaran lintas negara di kawasan Asia. Tidak heran, Jepang sering disebut sebagai “rumah kedua” bagi XRP.
Di Korea Selatan, XRP sempat menjadi salah satu aset kripto paling populer di bursa lokal. Antusiasme masyarakat Korea terhadap kripto sangat tinggi, dan XRP mendapat tempat khusus di hati para investor.
Sementara itu, di Asia Tenggara, Ripple melihat peluang besar. Banyak pekerja migran dari Filipina, Indonesia, dan Vietnam yang rutin mengirim uang ke keluarga di kampung halaman. Dengan XRP, biaya remitansi bisa dipangkas drastis. Ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga solusi nyata untuk jutaan orang.
Dari sudut pandang sejarah XRP, Asia jelas punya kontribusi besar dalam mempertahankan popularitasnya, bahkan ketika pasar global sempat goyah.
13. Inovasi Terbaru: On-Demand Liquidity (ODL)
Salah satu inovasi penting Ripple adalah On-Demand Liquidity (ODL), yang dulunya dikenal sebagai xRapid. Teknologi ini menggunakan XRP sebagai jembatan likuiditas saat melakukan transfer antar mata uang.
Contohnya begini: jika sebuah perusahaan di Indonesia ingin mengirim uang ke Meksiko, biasanya butuh waktu lama karena harus melewati bank koresponden. Dengan ODL, dana dalam rupiah bisa langsung dikonversi ke XRP, dikirim dalam hitungan detik, lalu dikonversi ke peso Meksiko. Hasilnya? Lebih cepat, lebih murah, dan transparan.
ODL sudah digunakan oleh sejumlah perusahaan besar, termasuk MoneyGram (meski kemudian kerja sama dihentikan sementara karena kasus SEC). Namun, Ripple terus memperluas jaringan pengguna ODL ke berbagai negara.
Inovasi ini membuktikan bahwa XRP bukan hanya sekadar aset spekulatif. Dalam sejarah XRP, ODL adalah salah satu tonggak penting yang menunjukkan bagaimana token ini bisa menjadi “pelumas” sistem keuangan global.
14. Kritik dan Kontroversi yang Membayangi XRP
Meski punya banyak keunggulan, XRP juga tidak lepas dari kritik. Ada beberapa isu yang sering dilontarkan oleh pihak luar maupun komunitas kripto lain:
- Sentralisasi: Ripple dianggap mengendalikan suplai XRP terlalu besar.
- Kasus hukum dengan SEC: meski sudah ada putusan positif, sebagian orang masih melihat XRP sebagai aset berisiko tinggi.
- Persaingan dengan stablecoin dan CBDC: munculnya mata uang digital bank sentral bisa mengurangi relevansi XRP di masa depan.
- Kurangnya adopsi ritel: dibanding Bitcoin atau Ethereum, XRP tidak banyak digunakan untuk aktivitas sehari-hari di kalangan individu.
Namun, justru kritik-kritik ini membuat perjalanan XRP semakin menarik. Dari sisi sejarah XRP, kita bisa melihat bahwa token ini bukan proyek sempurna, tapi proyek yang terus beradaptasi menghadapi tantangan baru.
15. Kesimpulan: Sejarah XRP sebagai Cermin Perjuangan Kripto
Kalau kita rangkum, sejarah XRP adalah kisah penuh warna. Dari kelahirannya di tahun 2012 sebagai solusi pembayaran global, lonjakan popularitas di 2017–2018, ekspansi dengan bank besar, hingga ujian terberat lewat gugatan SEC. Semua peristiwa itu membentuk identitas XRP hari ini: bukan sekadar altcoin, melainkan pionir dalam menghadapi regulasi dan membangun solusi nyata.
Pelajaran terbesar dari perjalanan XRP adalah ketahanan. Meski dihantam kritik, harga jatuh, dan regulator menekan, XRP tetap bertahan. Bahkan, setiap badai yang datang justru membuat komunitasnya semakin kuat.
Jadi, kalau ada satu hal yang bisa kita ambil dari sejarah XRP, itu adalah: kripto bukan hanya tentang harga di grafik. Ia juga tentang visi, teknologi, dan komunitas yang percaya pada perubahan. Dan dalam hal ini, XRP sudah membuktikan dirinya sebagai salah satu proyek paling berpengaruh di dunia kripto.
FAQ Seputar Sejarah XRP
1. Apa itu XRP dan siapa penciptanya?
XRP adalah aset digital yang berjalan di XRP Ledger. Ia dibuat oleh David Schwartz, Jed McCaleb, dan Arthur Britto pada 2012, dengan Chris Larsen kemudian bergabung mendirikan Ripple Labs.
2. Mengapa XRP pernah dijuluki “koin bank”?
Karena Ripple aktif bekerja sama dengan bank dan lembaga keuangan besar untuk memfasilitasi pembayaran lintas negara.
3. Apa dampak gugatan SEC terhadap XRP?
Harga XRP anjlok drastis, banyak bursa menghentikan perdagangannya, tapi putusan pengadilan 2023 memberi angin segar karena XRP di bursa dianggap bukan sekuritas.
4. Apa keunggulan XRP dibanding Bitcoin?
XRP lebih cepat (3–5 detik transaksi), biaya jauh lebih murah, dan lebih ramah lingkungan dibandingkan Bitcoin.
5. Bagaimana masa depan XRP?
Masa depan XRP bergantung pada regulasi global dan kemampuan Ripple memperluas adopsi. Potensinya tetap besar, terutama di sektor pembayaran lintas negara.
Penutup:
Kalau menurut kamu, bagian paling menarik dari sejarah XRP ada di mana? Apakah di masa kejayaannya, saat badai gugatan SEC, atau di kebangkitan pasca putusan pengadilan? Yuk, tulis pendapatmu di kolom komentar dan bagikan artikel ini ke teman-temanmu yang penasaran tentang dunia kripto.
Rekomendasi Artikel Lainnya
Baca juga: 5 Alasan Binance Koin Jadi Pilihan Investor?